Selasa, 24 November 2020

Bekas Percakapan

Jika diantara semua pilihan aku menempatkan mu dipilihan terbaik, itu adalah hasil dari konsekuensi sikapmu selama ini. Kamu kira aku menaruh rasa hanya karena terbiasa bertukar kabar hampir tiap saat, padahal sejatinya yang memulai adalah kamu. 

Di cerita selanjutnya, aku dapati kamu sengaja membuat situasi dimana cemburu menjadi satu-satunya emosi yang muncul, lalu kamu tertawa sambil mengacak-acak rambutku. Bilangmu, dia hanya teman bagiku, tidak sepertimu. 

Bermalam-malam setelah hari itu, "tidak sepertimu" menjadi kalimat yang terus terngiang-ngiang dikepala ku. Sialnya, hampir membuat tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bisa-bisanya dua potong kata itu mengacak-acak pikiranku yang selama ini biasa saja terhadapmu.

Hal-hal yang aku yakini tidak akan lagi aku rasakan diumur 20an, mulai terus menghantui. Perasaan bahagia, yang sebenarnya semu, mulai aku anggap nyata. Kamu yang kemudian menetap dipulau lain setelah mulai disibukkan pekerjaan, tetap terasa amat dekat dan mendekap. Tentu saja rutinitas saling berkabar tetap menjadi candu bagi satu sama lain. Seolah-olah hadirmu, menjadi kewajiban harian.

Lambat laun, kita mulai terbiasa bersama. Jika aku ingat-ingat, tidak ada kata mulai untuk kita. Tau-tau begitu saja. Tepatnya menjadi nyaman satu sama lain, menjadikan kesalahpahaman ini berlanjut hingga 5 tahun.

Bukan sepenuhnya salahku jika salah mengartikan. Jika lewat kabar-kabarmu itu aku definisikan lain. Bagiku, kamu pun menaruh rasa padaku. Bagiku, aku tidak bertepuk sebelah tangan. Tanganmu yg enggan lepas saat dalam genggaman, atau pelukanmu yang hangat saat aku mencurahkan keluh kesah, bukan kah itu tanda aku dapat sepenuhnya memilikimu semauku.

Hingga disuatu titik waktu, aku dapati nyata yang sebenar-benarnya. Bagimu aku hanya teman, bagimu tidak pernah lebih dari itu. Bagimu masa depan mu tidak pernah tergambar denganku, yang bagiku tidak pernah ada masa depanku yang tidak ada kamu dalam rencanaku. 

Malam-malamku sejurus kemudian tidak lagi sama. Entah karena aku yang memilih pergi karena terlanjur patah, atau kamu yang menghindar karena merasa bersalah. Kita mulai terbiasa tanpa kabar berita. Beberapa kali kabarmu aku dengar dari sanak saudaramu, meski tanpa aku minta, tanpa aku tanya, tanpa aku mau.

Rindu-rindu yang pernah aku pupuk untukmu, doa-doa dan harapan yang santer aku larungkan pada malam-malam panjang sebelumnya, dalam bulan-bulan penuh penyesalan mulai hilang. Bagiku, kamu sudah pergi. Dan pilihanmu untuk pergi bukan kemauanku. Sampai akhir kamu tidak pernah tahu, betapa terlukanya aku, ketika namamu aku hapus paksa dari doa.

Kamis, 25 Januari 2018

Rindu ku Milik ku saja , Kamu tidak.

Hai hati. Jangan coba-coba mengajariku soal rindu. Aku jauh lebih paham dibanding kamu. Juga jangan pula sok tau mengenai beratnya rindu jika tak pernah sesakit aku ketika rindu. Pernah tidak, kamu merasa ada sakit dan sesak didadamu saat kamu butuh dia disampingmu, minimal untuk mendegar keluh kesah mu seharian tadi? itu namanya Rindu. Pernah tidak, kamu merasakan hadirnya lewat suara, wangi tubuhnya, atau gengamannya ditanganmu saat kamu tau sebenarnya dia tidak disitu bersama mu? itu namanya Rindu.Atau pernah tidak, kamu tiba-tiba meneteskan air mata tanpa sadar karena hanya luput dari kabarnya seharian? itu namanya Rindu.

Sebenarnya ini bukan soal siapa yang lebih paham rindu dibanding aku dan kamu. Hanya saja, aku rasa rindumu bukan lagi milik ku. Tidak pernah lagi kamu bertanya padaku soal rindukah aku hari ini? atau mendeklarasikan diri mengaku rindu padaku dengan manja. Terakhir kali, dulu, jauh sebelum sekarang. Rasanya selalu menyenangkan mendengarmu beradu rindu padaku. 

Hingga sekarang ku temukan diriku diremuk rindu sendirian. Membalut luka seorang diri demi sosok yang tidak bisa aku rengkuh peluknya. Jarak ini mematikan, aku rasa akan ada semakin banyak celah yang kelak akan membuat rindu ini tak semenggebu-gebu dulu. Bisa saja karena kamu telah lelah meladeni sifat kekanakanku yang butuh selalu hadir dan pengertianmu, atau kamu yang belum bisa belajar menerimaku sejak awal. Atau aku yang telah cukup lelah menanggung rindu sendiri. Lantas berteriak, " Rindu ku sejak awal, milik ku saja, kamu tidak". Lantas memilih pergi, beranjak dan menemukan yang bersedia membagi rindunya denganku, berbagi keluh kesah seharian, dan mau menerima kurangnya aku serta lebihku, pun aku yang menerima lebih serta kurangnya. 


Hai hati, ini hanya kiasan. 
Belum lelah aku, belum ada. 
Jika kamu menemukanku diujung lelahmu menepi jarak diantara kita. Rengkuh dan dekap aku erat, bisikkan rindu jika ingin. Aku akan selalu berdiri menunggu, hingga janji yang kamu, #kita buat sejak awal, rencana besar kita, jadi rencana Allah juga.  
 
 
 

Kamis, 12 Oktober 2017

Galau karena RINDU

Ini bukan hanya soal cerita cinta usia 20an, tapi soal komitmen. Sekian banyak cerita yang harus kandas meski telah menjalani hubungan yang bertahun-tahun. Banyak hal yang memicu perpisahan saat hubungan dirasa sudah cukup untuk saling menerima bahkan sudah mampu menjalani pernikahan. Banyak hal, diantaranya hadirnya orang ketiga, polemik ini paling sering dirasakan saat hubungan sudah memasuki tahap ‘rasa bosan’, bagaimana tidak bertahun-tahun dengan orang itu-itu saja, obrolan itu-itu saja, tidak ada kemajuan sama sekali, lantas saat salah satu atau keduanya menemukan seseorang yang lebih menarik dari kekasihnya, maka wajar kesetiaan tak lagi jadi alasan utama untuk bertahan, bermain-main dengan kejujuran lalu berakhir kandas dengan masalah. Tak sedikit yang ceritanya begini dan kebanyakan kisah ini terjadi saat pasangan itu menjalani kisah LDR yang dukanya lebih banyak daripada sukanya.

Selanjutnya karena perbedaan visi dan misi, tak sedikit pula cerita cinta yang telah terjalin begitu lama berakhir hanya dengan alasan basi semacam ini. Tapi tidak ada yang perlu disalahkan ketika salah satu atau kedua orang tersebut memilih perpisahan daripada terus memaksakan hubungan yang sudah tak lagi bisa menyamakan pikiran. Orang-orang yang berakhir kisah cintanya dengan alasan ini mengaku berpikiran logis dengan mengatasnamakan masa depan. Berpikir panjang dan matang soal kehidupan dalam rumah tangga suatu saat nanti. Kebanyakan dari mereka tidak pernah berpikir soal ikatan yang awalnya mereka bentuk adalah untuk saling menyamakan visi dan misi, lalu membuat alasan disaat semua terasa baik-baik saja lantas tiba-tiba berakhir hanya karena alasan tidak masuk akal bernama ‘visi dan misi’ itu.

Toh diumur segitu (memasuki 20an) wanita dan pria akan lebih memilih sendiri hingga ada yang pantas dinikahi, atau menjalani hubungan serius, tidak pernah main-main, dan berkomitmen akan tetap bersama hingga pernikahan. Tapi kebanyakan dari pria akan merasa umur segitu belumlah wajar untuk memikirkan soal pernikahan dan rumah tangga, apalagi pria-pria diawal umur 20an, mereka mengaku serius menjalani hubungan tapi selalu menampik ajakan kekasihnya untuk menikah dan serius. Bahkan tidak sedikit yang memiliki ‘cadangan’ untuk bersenang-senang, misalnya ketika hubungannya dengan kekasihnya sedang tidak harmonis, dia akan punya pelarian yang cukup untuk melindungi harga dirinya. Seolah-olah memiliki banyak kekasih adalah ukuran kehebatan pria-pria usia 20an. Tidak semuanya memang, tapi kebanyakan begitu.

Lantas saat memutuskan berpisah bukan hanya soal hubungan yang telah lama itu yang disayangkan, belum lagi jika salah satunya masih belum bisa menerima perpisahan dan lantas terluka lebih dalam karena ditinggalkan, move on adalah hal tersulit untuk dilakukan ketika hubungan sudah terlalu lama dijalani, makanya akan lebih baik jika keduanya sudah sama-sama siap untuk berpisah setidaknya tidak akan ada yang merasa tersakiti. Belum lagi masalah hubungan keluarga yang sudah terjalin baik sekian lama akan ikut berakhir ketika pasangan tersebut mengakhiri hubungan mereka, tak sedikit yang begini, meski awalnya berkata akan tetap menjalin silaturahim yang baik tetapi kebanyakan akan selalu canggung menjalin hubungan dengan keluarga dari seseorang yang bukan lagi siapa-siapa.

Selalu menyenangkan memang jatuh cinta di usia-usia 20an, karena segala hal jadi lebih dapat dihadapi dengan dewasa. Semuanya dirancang sedemikian hingga untuk memiliki masa depan yang cerah bersama-sama. Oleh karena itu tak menampik kemungkinan pula luka dan sakit yang disebabkan oleh patah hati dan putus cinta diusia ini dapat menyebabkan depresi yang lama dan keterpurukan yang dalam untuk salah satu pihak ataupun kedua belah pihak.

Anyway just Love who You Choice, Love your Life, and Live with your Love forever. Don't even think about to cheat him/her in everysingle time. Or you will regrets it later when he/she leave you alone. 

Minggu, 09 April 2017

Yunia's Journey (1)



Aku masih bisa mendengar ringkikan kayu tua pepohonan yang dihinggapi burung-burung kecil yang bernyanyi pelan, hal yang selalu aku dengar kala mentari yang semula enggan melepaskan diri dari rengkuhan kegelapan yang semalam menyelimuti bumi. Sesaat mengerjapkan mata berkali-kali berusaha menyesuaikan diri. Masih pagi. Ah, kala pagi mulai berlalu ada satu ingatan yang membuatku tersadar. Di pagi hari beberapa tahun yang lalu, masih dengan seragam putih abu-abu aku pernah berlari dari rumahku hingga sekolah, entah saat itu hanya percaya pada kekuatan mimpi atau memang aku sudah mulai berjuang demi mimpi-mimpi yang sekarang tengah ku bangun. Sama halnya seperti ribuan orang di dunia ini, aku sama ingin berjuangnya dengan mereka demi untuk membuktikan diri bahwa aku tak hanya bisa makan dan e’e saja di muka bumi. Setidaknya ada orang-orang yang aku ingin mereka bahagia dan bangga karena ku, setidaknya ada hal-hal luar biasa yang ingin aku lakukan, setidaknya ada target-target yang ingin aku capai dengan berjuang habis-habisan karenanya, setidaknya akan ada catatan usahaku setelah berserah diri pada Sang Pencipta, my Allah.
Deru air sungai dibelakang rumah singgah yang ku tempati selama lebih kurang empat tahun terakhir ini mungkin adalah satu-satunya saksi yang tak pernah berubah dimakan waktu, selalu ada, seolah menjadi musik pengiring perjalanan panjang masa kuliah yang membosankan itu sampai kegelisahan menyusun skripsi yang tak pernah ada habisnya. Meski tak ayal beberapa orang dari teman-temanku yang pernah menginap atau sekedar mampir di kamar (di rumah singgah) ku menganggap suara itu suara yang menakutkan, bahkan tak sedikit yang menganggapnya suara hujan. Hahaha, terdengar lucu memang, tapi terkadang saat diri sedang tengah setengah sadar usai tertidur dan menyadari memiliki seember jemuran diluar, bangun dan lantas mendengar suara itu menyakininya sebagai suara hujan dan tergopoh-gopoh berlari menyelamatkan jemuran, yang lantas tertawa sendiri menyadari mentari masih terang dan sedang terik-teriknya. Ini bisa jadi salah satu pengalaman bodoh yang akan selalu aku rindukan selain kerusuhan Vita dan Ana yang senantiasa membuatku merasa tidak sendiri.
Dan cerita pahitnya dimulai setelah Vita harus pindah kota setelah selesai wisuda buat lanjutin KOAS di kampung sebelah (#eh, maksud ku Kota sebelah, Wonogori) rasanya tuh kayak ada yang hilang dari hidup ku, serius, beneran. Apalagi pas Ana mulai sibuk sama tugas-tugasnya, akhirnya aku berakhir menjadi penyendiri yang kesepian, terantuk-antuk merangkai kata demi kata untuk menyelesaikan skripsi dan belajar sekuat hati agak segera lulus. Mengejar wisuda periode agustus dengan tumpah darah penghabisan tanpa ampun, yang harus kandas karena surat edaran baru dari Rektor yang memajukan tanggal yudisium jauh lebih cepat dari rencana awal, yang menyebabkan aku harus menunggu jadwal wisuda periode berikutnya, yang kemudian mengantarkan ku pada langkah cerita berikutnya.

Rabu, 05 April 2017

Welcome to the 'DUNIA BARU' Gue


Selamat datang di kehidupan berikutnya, wkwkwk, belum berpindah dimensi dalam artian harfiah maksud gue, jelas gue masih hidup di atas Bumi meski tidak tau sejam berikutnya, nanti, besok atau lusa akan berpindah ke alam barzah atau tidak, well hanya Allah yang tau soal itu. Maksud gue, gue udah jadi SARJANA sekarang, well ini mungkin sudah jadi kabar hari kemarin sebab gue udah lulus sejak 25 Juli 2016 dan officially bachelor pada tanggal 22 Oktober 2016, wes lah dibelakang nama gue sekarang ada gelar S.Stat nya, Indra Juniarti S.Stat. 


Berhubung sudah amat lama sekali (oke ini alay) gue gak pernah up sesuatu di blog, makanya ini bakal jadi up pertama gua (*eh udah kedua ya?? Wkwk) di tahun ini, by the way gue sekarang lagi sibuk kerja (sekedar cari pengalaman biar gak dirumah doang, di Universitas Trisakti, di bagian prodi s3 Manajemen sekaligus di Pusat Bimbingan Karir FEB Usakti, keren kan gue, punya 2 pekerjaan sekaligus ^_^). Abaikan ocehan gue barusan, berhubung lagi ada kerjaan nih, gue up foto-foto pas gue wisuda aja ya, nih cek this out :

















Hilang Berganti



Sendiri ku termenung
Disamping halte yang ramai penumpang
Sama, aku pun sedang menunggu
Tanpa tau kapan bis itu akan datang
Tempias hujan membasahi pucuk kepala
Tapi tak juga mampu membuat sadar
Masih terjerat oleh pilu sendiri
Meratapi kepergian bis sebelumnya
Aku tak bisa berkilah
Bahkan terkadang sering mencuri pandang pada masa lalu
Yang tak tau pergi karena apa dan kenapa
Kelopak mata tunduk dan tertutup
Diam
Hujan yang awalnya ku tunggu
Untuk menghapus jejak air mata telah datang dengan deras
Hingga perih ikut terhanyut olehnya
Saat berusaha bangkit sendiri
Ku temukan dia disana, berdiri tersenyum sayu menatapku
Cinta yang ku tunggu
Kekasih yang ku nanti
Harapan yang baru
Dan
Bahagia tanpa batas


By Junia (1 April 2017)

Sabtu, 19 Maret 2016

Semoga saja Tidak Salah



Aku tak sebaik itu. Tak sebaik yang orang-orang lihat. Agama ku belum tentu baik hanya karena berkerudung, jika pun dibandingkan dengan mereka yang bahkan belum berkerudung, bisa saja mereka jauh lebih baik akhlaknya dibanding aku. Aku sadar selama hidup 22 tahun sudah sebanyak yang setinggi apa dosa dan AIB ku yang ditutup rapat oleh Allah. Meski mencoba munafik dengan bilang I didn’t have anything wrong in my life, aku juga termasuk manusia yang kadar imannya bisa bagus atau buruk. 

Sejak awal, jauh sebelum sekarang, ingat? Aku pernah hampir menceritakannya. Tapi saat itu kamu bilang kamu tak siap, lalu aku mencoba bertahan dengan tak bilang apa-apa, tapi kau kah kamu? Aku juga ingin beban yang aku tanggung “dengan pura-pura nampak seperti orang baik-baik” berkurang. Setidaknya aku tak ingin di nilai baik hanya dari apa yang terlihat. Meski luka itu seperti sudah mulai sembuh bahkan aku pun mencoba mengobatinya agar tak lagi terasa sakit, malam ini dengan pertimbangan yang aku kira cukup untuk kamu mengerti, aku membuka balutan luka itu lagi, menunjukannya pada mu, mencoba membuat luka itu tampak seperti bentuk awalnya dengan melukai diri sendiri, dan tanpa aku sadari aku juga melukai mu di waktu yang bersamaan. Maaf. 

Aku tau tanggung jawab macam apa yang harus aku pegang hanya dengan bilang “Aku Sayang Kamu”. Kalimat itu tak akan ada gunanya jika yang ada aku hanya menyakiti dan membuatmu kecewa. Aku tau kita pun sama-sama tau, kita tak terikat hubungan yang semestinya, tapi tanggung jawab kata Sayang itu masih tetap sama maknanya. Terlebih jika aku yang memulai. Sadar atau tidak, hampir 80% kecewa dan luka selama “kita” ada, berasal dari tutur dan tingkahku. Maaf untuk membuat mu terluka lagi. Maaf untuk membuat mu kecewa. Maaf karena tidak cukup dewasa dan berani. Maaf karena memulai semuanya sejak awal. Entah sudah berapa kali dimaafkan, sudah berapa kali mengucap kata yang sama, sudah berapa kali mengaku sayang tapi tetap melukai, sudah berapa kali? Banyak. Bahkan saking banyaknya aku tak berani lagi untuk bilang “Aku sayang kamu”, karena ku rasa aku tak seber-tanggungjawab itu untuk memikul makna berat dari kalimat itu, terutama untuk tidak mengecewakan mu lagi. 

Entah nanti siapa yang akan jadi wanita istimewa yang untuknya kau jadikan Hafalan Surat mu sebagai mahar, yang juga kelak akan kamu nyayi kan “You Are the One - Raef”, yang dengannya dosa-dosa mu digugurkan, yang dengannya rumah impian mu tidak hanya terwujud di dunia tapi juga di Jannah. Semoga dia bukan orang yang akan membuatmu kecewa, ku harap dia bukan orang yang salah.