Ini
bukan hanya soal cerita cinta usia 20an, tapi soal komitmen. Sekian banyak
cerita yang harus kandas meski telah menjalani hubungan yang bertahun-tahun.
Banyak hal yang memicu perpisahan saat hubungan dirasa sudah cukup untuk saling
menerima bahkan sudah mampu menjalani pernikahan. Banyak hal, diantaranya
hadirnya orang ketiga, polemik ini paling sering dirasakan saat hubungan sudah
memasuki tahap ‘rasa bosan’, bagaimana tidak bertahun-tahun dengan orang
itu-itu saja, obrolan itu-itu saja, tidak ada kemajuan sama sekali, lantas saat
salah satu atau keduanya menemukan seseorang yang lebih menarik dari
kekasihnya, maka wajar kesetiaan tak lagi jadi alasan utama untuk bertahan,
bermain-main dengan kejujuran lalu berakhir kandas dengan masalah. Tak sedikit
yang ceritanya begini dan kebanyakan kisah ini terjadi saat pasangan itu
menjalani kisah LDR yang dukanya lebih banyak daripada sukanya.
Selanjutnya
karena perbedaan visi dan misi, tak sedikit pula cerita cinta yang telah
terjalin begitu lama berakhir hanya dengan alasan basi semacam ini. Tapi tidak
ada yang perlu disalahkan ketika salah satu atau kedua orang tersebut memilih
perpisahan daripada terus memaksakan hubungan yang sudah tak lagi bisa
menyamakan pikiran. Orang-orang yang berakhir kisah cintanya dengan alasan ini
mengaku berpikiran logis dengan mengatasnamakan masa depan. Berpikir panjang
dan matang soal kehidupan dalam rumah tangga suatu saat nanti. Kebanyakan dari
mereka tidak pernah berpikir soal ikatan yang awalnya mereka bentuk adalah
untuk saling menyamakan visi dan misi, lalu membuat alasan disaat semua terasa
baik-baik saja lantas tiba-tiba berakhir hanya karena alasan tidak masuk akal
bernama ‘visi dan misi’ itu.
Toh
diumur segitu (memasuki 20an) wanita dan pria akan lebih memilih sendiri hingga
ada yang pantas dinikahi, atau menjalani hubungan serius, tidak pernah
main-main, dan berkomitmen akan tetap bersama hingga pernikahan. Tapi
kebanyakan dari pria akan merasa umur segitu belumlah wajar untuk memikirkan
soal pernikahan dan rumah tangga, apalagi pria-pria diawal umur 20an, mereka
mengaku serius menjalani hubungan tapi selalu menampik ajakan kekasihnya untuk
menikah dan serius. Bahkan tidak sedikit yang memiliki ‘cadangan’ untuk
bersenang-senang, misalnya ketika hubungannya dengan kekasihnya sedang tidak
harmonis, dia akan punya pelarian yang cukup untuk melindungi harga dirinya.
Seolah-olah memiliki banyak kekasih adalah ukuran kehebatan pria-pria usia
20an. Tidak semuanya memang, tapi kebanyakan begitu.
Lantas
saat memutuskan berpisah bukan hanya soal hubungan yang telah lama itu yang
disayangkan, belum lagi jika salah satunya masih belum bisa menerima perpisahan
dan lantas terluka lebih dalam karena ditinggalkan, move on adalah hal tersulit
untuk dilakukan ketika hubungan sudah terlalu lama dijalani, makanya akan lebih
baik jika keduanya sudah sama-sama siap untuk berpisah setidaknya tidak akan
ada yang merasa tersakiti. Belum lagi masalah hubungan keluarga yang sudah
terjalin baik sekian lama akan ikut berakhir ketika pasangan tersebut
mengakhiri hubungan mereka, tak sedikit yang begini, meski awalnya berkata akan
tetap menjalin silaturahim yang baik tetapi kebanyakan akan selalu canggung
menjalin hubungan dengan keluarga dari seseorang yang bukan lagi siapa-siapa.
Selalu menyenangkan
memang jatuh cinta di usia-usia 20an, karena segala hal jadi lebih dapat
dihadapi dengan dewasa. Semuanya dirancang sedemikian hingga untuk memiliki
masa depan yang cerah bersama-sama. Oleh karena itu tak menampik kemungkinan
pula luka dan sakit yang disebabkan oleh patah hati dan putus cinta diusia ini
dapat menyebabkan depresi yang lama dan keterpurukan yang dalam untuk salah
satu pihak ataupun kedua belah pihak.
Anyway just Love who You Choice, Love your Life, and Live with your Love forever. Don't even think about to cheat him/her in everysingle time. Or you will regrets it later when he/she leave you alone.
What happen?
BalasHapus